Kritik dan kecaman mulai dilontarkan pada presiden terpilih AS Barack Obama yang masih bersikap diam melihat kebrutalan rezim Zionis Israel. Rezim yang dibela habis-habisan oleh Obama dalam kampanye pemilu presidennya kemarin.
Mengharapkan Obama akan bersikap keras terhadap kebrutalan Israel memang seperti mimpi di siang bolong. Mengingat Obama telah bersumpah untuk melakukan apapun demi membela rezim ilegal di tanah Palestina itu. Dengan demikian, jelas sudah janji "perubahan" dalam kampanye Obama, cuma isapan jempol semata.
Sikap diam Obama melihat kekejian yang dilakukan Zionis Israel di Jalur Gaza, menurut profesor ilmu politik di American University di Beirutm, Hilal Khashan, tidak lepas dari pengaruh lobi-lobi Yahudi Zionis di AS.
"Posisi Obama memang tidak aman. Lobi-lobi Yahudi mengingatkan Obama tentang siapa yang berada dibalik kemenangannya dalam pemilu presiden kemarin, itulah sebabnya Obama memilih diam melihat pembantaian Israel di Gaza," kata Khashan.
Khashan menilai sikap diam Obama sebenarnya akan merugikan citra Obama sendiri. "Jika Obama tetap tidak bereaksi, dunia akan memandang Obama mendukung agresi Israel ke Gaza," ujarnya.
Serupa dengan Khashan, pengamat politik dari Mesir yang juga sekretaris jenderal Arab Thoght Forum di Yama, Hassan Naffa mengaku tidak heran melihat sikap diam Obama. Apalagi Obama telah memilih Hillary Clinton dan sebagai menteri luar negeri dan Rahm Emanuel sebagai kepala staff Gedung Putih yang notabene pro-Israel.
"Saya berpendapat Obama terlalu berhati-hati dalam masalah ini karena konflik Arab-Israel bukan salah satu prioritas pemeritahannya," jelas Naffa.
Meski demikian Naffa mengatakan, Israel memilih menyerang Gaza sekarang karena takut tidak mendapatkan dukungan AS jika menunggu sampai Obama resmi disumpah sebagai presiden AS yang baru. "Israel yakin akan mendapatkan dukungan penuh dari Bush jika ingin menyerang Gaza saat ini," sambungnya.
Ungkapan pesimis juga dilontarkan Mustapha el-Sayed, pengamat dari Universitas Kairo. Ia pesimis Obama akan bersikap tegas terhadap kebiadaban Israel karena orang-orang di sekeliling Obama adalah pendukung-pendukung buta rezim Zionis Israel.
"Mereka (staff-staff Obama) adalah teman baik Israel dan tidak pernah berani mengambil sikap yang berseberangan dengan pemerintah Israel," tukas el-Sayed.
Menurutnya, akan tejadi perang pendapat di kalangan penasehat Obama antara yang mendukung Israel dan tidak mendukung kebiadaban Israel, untuk membiarkan status quo.
Paul Salem, direktur Pusat Kajian Timur Tengah Carnegie Institute di Beirut menambahkan, "Secara politis, Obama tidak akan melakukan tekanan keras terhadap Israel. Obama tidak akan memaksa Israel untuk melakukan konsesi."
Profesor Walid Kazziha dari American University di Kairo berpendapat, Obama harus punya nyali jika ingin memperbaiki citra dan pengaruh AS di Timur Tengah yang memburuk selama delapan tahun pemerintahan Bush. (ln/thestar)
Mengharapkan Obama akan bersikap keras terhadap kebrutalan Israel memang seperti mimpi di siang bolong. Mengingat Obama telah bersumpah untuk melakukan apapun demi membela rezim ilegal di tanah Palestina itu. Dengan demikian, jelas sudah janji "perubahan" dalam kampanye Obama, cuma isapan jempol semata.
Sikap diam Obama melihat kekejian yang dilakukan Zionis Israel di Jalur Gaza, menurut profesor ilmu politik di American University di Beirutm, Hilal Khashan, tidak lepas dari pengaruh lobi-lobi Yahudi Zionis di AS.
"Posisi Obama memang tidak aman. Lobi-lobi Yahudi mengingatkan Obama tentang siapa yang berada dibalik kemenangannya dalam pemilu presiden kemarin, itulah sebabnya Obama memilih diam melihat pembantaian Israel di Gaza," kata Khashan.
Khashan menilai sikap diam Obama sebenarnya akan merugikan citra Obama sendiri. "Jika Obama tetap tidak bereaksi, dunia akan memandang Obama mendukung agresi Israel ke Gaza," ujarnya.
Serupa dengan Khashan, pengamat politik dari Mesir yang juga sekretaris jenderal Arab Thoght Forum di Yama, Hassan Naffa mengaku tidak heran melihat sikap diam Obama. Apalagi Obama telah memilih Hillary Clinton dan sebagai menteri luar negeri dan Rahm Emanuel sebagai kepala staff Gedung Putih yang notabene pro-Israel.
"Saya berpendapat Obama terlalu berhati-hati dalam masalah ini karena konflik Arab-Israel bukan salah satu prioritas pemeritahannya," jelas Naffa.
Meski demikian Naffa mengatakan, Israel memilih menyerang Gaza sekarang karena takut tidak mendapatkan dukungan AS jika menunggu sampai Obama resmi disumpah sebagai presiden AS yang baru. "Israel yakin akan mendapatkan dukungan penuh dari Bush jika ingin menyerang Gaza saat ini," sambungnya.
Ungkapan pesimis juga dilontarkan Mustapha el-Sayed, pengamat dari Universitas Kairo. Ia pesimis Obama akan bersikap tegas terhadap kebiadaban Israel karena orang-orang di sekeliling Obama adalah pendukung-pendukung buta rezim Zionis Israel.
"Mereka (staff-staff Obama) adalah teman baik Israel dan tidak pernah berani mengambil sikap yang berseberangan dengan pemerintah Israel," tukas el-Sayed.
Menurutnya, akan tejadi perang pendapat di kalangan penasehat Obama antara yang mendukung Israel dan tidak mendukung kebiadaban Israel, untuk membiarkan status quo.
Paul Salem, direktur Pusat Kajian Timur Tengah Carnegie Institute di Beirut menambahkan, "Secara politis, Obama tidak akan melakukan tekanan keras terhadap Israel. Obama tidak akan memaksa Israel untuk melakukan konsesi."
Profesor Walid Kazziha dari American University di Kairo berpendapat, Obama harus punya nyali jika ingin memperbaiki citra dan pengaruh AS di Timur Tengah yang memburuk selama delapan tahun pemerintahan Bush. (ln/thestar)
0 komentar:
Posting Komentar